Thursday, December 8, 2016

Astra Mantera

Demi petir menyambar bersama kilatnya
sekelebat cahaya dengan gemuruh menyentak
seraya jantung tergemap dan nadi tak pula gagap
gentar, gemetar

Frekuensi guncangan meningkat dalam sesaat
persendian tak lagi terasa melekat
pandangan seketika hitam pekat

Guntur menikam tepat di dada
sakit namun tak berluka
bukan dewa dengan sumpah
melainkan pengelana dengan mantera

Salahmu memesonaku
terpatung, aku membatu
bilamana sempat sembunyi
tunggang langgang aku berlari

Terlambat, aku terperangkap
nyatanya jadi terpana
matanya mengunci nurani
bebaskan rasa dari jeruji

Terpikat aku, menggunung ragu
petir tak pernah semanis itu
bahkan Gundala akan cepat berlalu

Mantera pengelana ampuh
kini aku yang bergemuruh







Tuesday, September 6, 2016

Akibat Panas Memendam Hujan

Puluhan musim dilalui. Memandang terik matahari dengan mata menyipit, bulir-bulir es menjadi primadona kala itu. Lalu badai tiba, hampir tak nampak matahari dalam sepekan, memakai sendal ke sekolah menjadi anjuran karena sepatu tak bosan terendam kubangan.

Bertahan atas peristiwa biasa, basah kering sudahlah wajar. Kemarau aku terbakar, hujan aku tenggelam. Namun aku terlatih, menyelematkan diri meski sempat gosong dan akhirnya dapat berhasil muncul ke permukaan. Sedikit percuma mencari bala bantuan, si penolong hanya menebar simpati, bukan empati.

Beribu hari membekam, tak biarkan orang tahu ada yang sekarat. Toh aib bukan untuk dipublikasikan.

Tak panas dan tak dingin, seperti negara ini yang beriklim tropis. Cuaca cerah dijadikan munajat.

Seketika kemarau panjang, betah berdiam diri tanpa basah setitik menjadikan percikan api yang membakar seisi hutan. Baranya yang merona, membuat api makin merajalela. Oksigen kini mahal, yang murah adalah asap dengan kandungan karbon mematikan. Hampir aku melepuh, sesak, dan perih. Tenang, ada tim medis otomatis dalam diri untuk penyelamatan tunggal.

Tak daya menahan, tak sampai sewaktu asap mengepul di udara. Uap air tampak sudah naik ke langit-langit, berhimpun dalam awan yang siap menuju kelabu, merangkai sebuah mendung dan sedia meruah dengan sebanyak-banyaknya.
Benar saja, hujan balas dendam kepada kemarau, badai berlangsung dengan riuh angin dan petir menggelegar. Dia tak mau kalah dahsyat.

Kini sungguh tenggelam, tak dapat berkutik, lupa bisa berenang, ragaku nyaris tinggal nama. Serius mencari tangan, andaikata ada yang tergetak segera menyelam.
Sadar mata terbelalak karena mulut dipaksa untuk meluapkan air dalam perut. Jantung berdegup, nadi berdetak, ada penyelamat.  Bilamana tak cari uluran, mungkin aku sudah menyentuh dasar dan tak akan kembali. Namun aku tetap hidup dan akan terus menjadi korban pergelutan antara panas dan hujan.

Sunday, August 7, 2016

tujuh agustusan

Bersamaan dengan bulan yang paling ditunggu di Indonesia, bulan yang menentukan hidup matinya negara kita, bulan yang banyak orang menanti sebuah kemerdekaan.
Merdeka atau mati.
Kalau aku: lahir atau meninggal, nafas atau engga, nangis atau engga, sehat atau engga, dan masih banyak atau lainnya.

Sepuluh hari sebelum hari kemerdekaan di tahun 1996, aku turun ke bumi dengan bantuan sang bidadari. Dua puluh tahun kemudian, bertepatan dengan hari ini. Alhamdulilah masih diberi waktu untuk bernafas. Yeay!
Kalau Indonesia 'tujuh belasan', kalau aku 'tujuh agustusan'.

Kepala dua, merasa tua. Padahal berlaku masih seperti remaja. Memasuki usia dewasa muda seharusnya pemikiran menjadi lebih kritis dan lebih panjang. Sudah tahu dan bisa membedakan mana baik atau buruk. Umur tidak menjadi patokan kedewasaan, melainkan etika berperilaku ketika dihadapi sebuah masalah. Macam orang tua saja nih aku berbicara. Hahahahaha.

Apa yang sudah aku lakukan dalam dua puluh tahun ini?
Tidak banyak. Sangat.
Masih ada jutaan hal yang aku ingin lakukan sebelum benar-benar tua nanti. People says 'life goals'.
Akupun punya target sendiri dan seiring berjalannya waktu, life goals tersebut pasti akan bertambah.

And here are my twenny top dreams: 

1. Sembuh,
2. Taat ibadah. Ga bolong-bolong kaya gigi anak kecil,
3. Good grade and good skill,
4. Win a scholarship,
5. Study abroad (Germany maybe?),
6. Umrah dan naik haji,
7. Masuk advertising dan dapat S.Ds lalu M.Ds,
8. Taman Nasional Baluran,
9. Sunrise di Gunung Bromo,
10. Melihat komodo secara langsung
11. Sunset bersama lumba-lumba di Pantai Lovina,
12. Liburan ke Pantai Derawan
13. Jadi copywriter di majalah atau apapun. Art director juga boleh!
14. Kerja di NatGeo atau stasiun TV,
15. Punya private room buat kerja, di dalamnya ada mini library,
16. Write and publish a book,
17. Bawa kendaraan sendiri,
18. Tahun baru di NYC atau London,
19. Perfect family and friends and............jangan dulu disebutkan,
20. Punya cafe yang menjual kopi dan menyuguhkan buku.






Ucapan temanku di hari ini: "Semoga semestaNya memberikan yang terbaik...."
Mari ucapkan amin bersama!

Sunday, July 17, 2016

Mendung Kala Itu

Sore sendu dengan awan gelap saling beradu, langit tak menampakkan birunya.
Kapas putih raksasa kian menyatu, berusaha untuk luapkan seluruh isinya.
Lalu mereka akhirnya jatuh ke bumi dengan malu, menyentuh tanah dan beton-beton ibukota.
Rintik-rintik jadi menyerbu. Rerumputan senang, kembali segar.
Koloni semut bersembunyi, mereka pikir sedang diserang.
Basah jalanan dibatas kaca. Terperangkap dalam pemandangan bulir-bulir air dibalik jendela.
Mereka berkejaran, berlomba memenangkan gravitasi, entah mana yang akan jadi juara.

Dan awan berhenti menangis.
Kini hujan tinggal genangan, merefleksikan langit yang masih kelabu.
Menyisakan romansa dingin menusuk tulang, menyerang otak hingga membeku.
Lalu semua keraguan datang mengusik, segalanya menjadi abu-abu.
Sama seperti suasana diluar sana, tidak hitam dan juga tidak putih.
Tidak berikan jawaban dan semuanya menjadi tabu.


Monday, July 4, 2016

Tak Sampai Dekade

Sekian lama jeda, ponsel usang ini menerima notifikasi dari seorang yang kini hampir tidak pernah muncul. Sekalinya muncul, diabaikan. Kini dia datang dengan lelucon khasnya. Ingin mencairkan suasana, pikirku. Sedikit timbulkan lengkungan di bibir, candaan dia tidak pernah luntur. Aga memang begitu. Dibalik candaan, ternyata dia bermaksud untuk meminta maaf lalu mengucapkan terima kasih. Karena semua sudah jelas, aku terima dengan baik dan membalas segala ucapannya.

Lalu dia bercerita..

"Kemarin aku cerita banyak dengan teman-temanku. Lucu, banyak yang berubah. Ternyata aku memang engga bisa dewasa karena memang watak dan aku engga akan jadi dewasa ketika bersama mereka. Aku pikir dulu yang akan selalu disisiku itu kamu, ternyata masih ada mereka."

Matanya terbuka, benakku berkata. "Laki-laki memang engga pernah lebih dewasa dari perempuan."

"Aku kira kehilangan kamu berarti kehilangan segalanya. Aku berlebihan. Sakit sebenarnya dan aku mati rasa akan apapun. But, I'm fine.", lanjutnya. "Tapi aku pikir memang kita ga cocok."

Dengan pernyataan yang terakhir Aga lontar, aku merasa dia benar-benar baru membuka matanya. Kemana saja selama ini? Kenapa baru sadar? Aku merasakan hal itu sejak pertama kali bersama. Selama lima tahun, tidak ada satu pun yang serupa.

"We are never ever getting back together, right?"

"Who knows." aku singkat.

"Aku tau karena aku sudah menyerah."

"And I'm enjoying my life."

"Aku rasa sudah cukup, aku bakal lanjutkan hidup. Terima kasih untuk tahun-tahun yang menakjubkan."

Dan percakapan berakhir.

Senang, tidak ada perselisihan dalam komunikasi kali ini. Mungkin dia mendapat beberapa wejangan dari temannya yang membuat pola pikirnya berubah dan dapat menerima semua kenyataan.
Dan aku memang menikmati hidup seperti ini. Bebas, tak terikat, tak ada beban, dan tak perlu lagi sulit menghitung berapa tahun lagi menuju satu dekade.



Wednesday, June 29, 2016

Balada Potong Rambut

Seorang temanku selalu memotong rambutnya jika hubungan percintaannya kandas. Buang sial, katanya. Lucu juga, meskipun tak logis. Bisa saja menjadi satu kepercayaan seseorang, aku tidak.

Dan suatu hari, aku memotong rambut. Ada teman menanyakan alasan mengapa rambutku dipotong. Aku jawab, "Buang sial.", bercanda. Sudah lama aku berniat untuk potong rambut dan ini adalah sebuah kebetulan. Aku tak bermaksud.

Banyak alasan mengapa rambut dipotong. Bisa jadi karena rambutnya rusak atau kasus yang paling sering terjadi adalah rambut bercabang, rambut rontok lalu dipotong agar terlihat lebih bervolume, dan faktor utama adalah bosan, ingin mencoba gaya rambut baru. Orang pun ingin berubah bukan? Berubah menjadi lebih baik, mencoba beda dari yang lain. Lalu kenapa sering disangkut-pautkan dengan 'buang sial'?

Profesor Antropologi Rutgers University, Helen Fisher berkata, "Potong rambut bagi wanita dianggap sebagai tahapan meminta tolong dan melakukan perubahan. Peralihan penampilan yang drastis ini dipercaya membuat wanita akan lebih diperhatikan, yang dapat mengalihkannya dari emosi negatif sesaat pascaputus,"

Dalam artian, aku memandang ritual potong rambut ini  menjadi pembelaan diri seseorang setelah putus, menganggap dirinya kuat tapi sebenarnya tidak. Karena pascaputus pasti ada sesuatu yang tertinggal dan harus ditinggalkan. Lalu kesedihan melanda, anak masa kini menyebutnya 'galau'. Maka dari itu, mereka butuh penopang agar tidak jatuh terlalu jauh. Namun dalam kasus ini, ada usaha untuk menyemangati diri. Seperti yang sudah aku bilang diatas, ingin berubah. Mencoba membuka lembaran baru, memulai cerita lain, dan membuang kisah lama. Kalau ini, sih, ada hubungannya dengan move on.

Mau dianggap buang sial atau bukan. Perubahan inilah yang aku mau, karena sudah banyak mindset yang berubah selama setahun terakhir dan aku nyaman dengan kondisi seperti ini. Banyak tantangan yang diambil, mencari atau menemukan hal yang baru, yang belum pernah diketahui sebelumnya.

Jadi, potong rambut bukan lagi soal buang sial melainkan soal perubahan dari dalam diri.
Cheer up, gurls!





p.s: tolong jangan memvisualisasi bagaimana bentuk potongan rambutku :p

Monday, June 13, 2016

Ilusi di Musim Panas

Menuju musim panas dan yang ada dalam pikiran adalah berlibur. Membayangkan desiran angin yang berbau garam, deburan ombak, dan hamparan pasir yang luas. Sungguh nikmat disuguhi nyiur berbaris, dibanjur matahari, dan kopyor yang segarkan dahaga. Tertawa dan saling tukar cerita bersama sahabat sambil menikmati kudapan yang tak pernah habis.

BANG!  BANG!

Waktu berimajinasi sudah habis, saatnya hadapi realita dengan penderitaan tiada akhir. Libur hanyalah mitos, dongeng sebelum tidur yang selalu didambakan. Aku tahu kasur memiliki daya tarik magnet yang sangat kuat, sehingga kau terus tertarik dan tak bisa melawan medannya. Kau mengalah, tertidur, dan tidak produktif sepanjang hari.

TIDAK, TIDAK!

Buka mata dan bangun dari kasur. Cuci muka dan gerakkan badan. Buatlah harimu padat, setidaknya kau berguna untuk hidup di bumi ini. Tidur hanya akan membuatmu menjadi seonggok daging bodoh tak bermanfaat. Meskipun harus aku akui, tidur adalah hal ternikmat di bumi.

Beranjak dari kasur, keluar dari jeratan kamar yang terkutuk, bertemu sofa yang berdiri tegak dengan berjarak tiga meter depan televisi, ditemani meja kopi yang dipercantik dengan kaleng-kaleng makanan yang begitu menggoda. Kini aku tahu, ada hal nikmat lainnya setelah tidur yang menjadi peringkat teratas. Banyak orang berkata, harus rajin olahraga. Dan olahraga yang paling rajin dilakukan adalah olahraga jari dengan menggerakan sendi-sendinya, menekan remote telivisi untuk memindahkan siaran. Tapi olahraga yang satu ini tidak memberikan efek sehat, melainkan menimbulkan kemalasan yang hakiki serta penimbunan lemak-lemak di berbagai sisi, terutama pipi. Lagi, lagi, gagal menjadi produktif.

PLAK!

Butuh tamparan keras untuk sadar. Mei hingga September nanti, seharusnya liburan dimulai. Tapi hidup perkuliahan tidak seindah itu. Adanya sosok SEMESTER PENDEK (sebut dia espe) menjadi penghancur liburan yang sudah diidamkan. Juni hingga Agustus adalah waktu yang tepat untuk nikmati pantai.  Namun apa boleh buat, Si Espe ada agar semester depan yang lebih ringan untuk dihadapi. Sepertinya aku memang tidak diberi waktu untuk bernafas. Saatnya menangis, kawan.

Mencari berbagai kegiatan, agar terlihat produktif. Setelah dicari, berjuta kegiatan muncul. WOW. Akibat banyak, jadi kebingungan untuk mengatur. Positifnya adalah hari-hari tidak terbuang percuma dan banyak bertemu dengan orang baru, ditambah bisa berjumpa dengan tidur siang yang sempat hilang di semester empat kemarin. DOUBLE WOW. ASYIQUE.


Lalu kegiatan-kegiatan tersebut akan berlangsung hingga awal September. Di tengah September akan memasuki semester lima. Aduh, benar, aku tidak ada waktu bernafas. Banyak terimakasih untuk semua, semoga dapat menemukan hikmah dari momen-momen ini dan setidaknya aku tidak hanya menjadi seonggok daging bodoh tak bermanfaat.


ps: anggap saja sedang berlibur bersama ilmu pengetahuan. :")

Thursday, May 5, 2016

Aku Pasir

Kau menggenggamku seperti pasir, semakin erat, semakin kabur
Akulah pasir yang kau ambil, kau simpan dan kau jaga
Namun tempatku di pantai, aku mendamba lautan lepas
Biarkan aku terbawa ombak, menuju samudra luas

Meskipun langkah memorimu membekas di pesisir
Namun jejakmu terhempas ombak, buyar dan hilang dalam sekejap
Susah payah kau mengukir cerita di permukaan
Namun kisahmu lagi-lagi terhapus ombak

Akulah pasir yang tak bisa diam
Aku akan menghilang bersama angin darat
dan aku akan kembali bersama angin laut

Jangan sesali kepergianku
Dan jangan pula menunggu aku kembali
Karena tanpa kau sadari,
jutaan butiranku selalu menyelimutimu

Akulah pasir yang hangat ketika tenggelamnya mentari
Akulah pasir yang berbisik di tengah malam sunyi

Saturday, April 16, 2016

Elemen



Air beriak tanda ada yang bergerak
Mungkin sesuatu telah bergetar
Riak air dapat dilihat tapi tak dirasa
Bisa dirasa apabila disentuh
Disentuh dengan indera yang peka

Awan bergerak tertiup angin
Membawa debu-debu dari setiap sudut
Debu yang kecil dan tak nampak
Bersatu dengan ribuan debu lainnya menjadi besar

Batu terkikis oleh air
Padahal dia keras namun kalah dengan air
Air begitu bersemangat dan pantang menyerah melawan batu
Dan batu hanya bisa diam
Dia kalah

Pepohonan tetap teguh
Tak peduli sekencang apapun angin
Dia tetap berdiri tegak
Memberikan oksigen
Memberikan kesejukan
Nyaman

Lalu, mau jadi apakah kamu?
Air?
Angin?
Batu?
Atau pepohonan?

Friday, March 25, 2016

Psycho

Kau pintar sekaligus cerdas
semua kejeniusan menjadi satu
Kau cerdik namun licik
Kini kau baik, sedetik bisa terbalik

Senyummu tidak bisa diartikan
Tatapanmu bisa jadi mematikan
Bicaramu pandai
menipu banyak orang dengan lihai
Perasamu hancur
manis pahit tak ada beda
Panas dingin sama saja
tak pernah sakit, mati jadi mustahil

Otakmu berjalan, tapi tidak dengan hati
Kamu senang lihat orang terluka
mereka menangis, kau malah tertawa
Berdusta bukanlah dosa
Membunuh, kau malah bahagia

Bertingkah dengan seenaknya
Kau anggap dirimu dewa
Tak sadar ditunggu neraka
Kobaran api telah membawa
dan kau akan terbakar selamanya

Saturday, March 19, 2016

Kosong

Hening sepi menghampiri
hanya dentangan detik yang berbunyi
gemercik air berisik
tak sedikitpun aku ingin berbalik

memejamkan mata dan berpikir
apa yang aku punya
aku mencari hingga dalam
berharap bersua dengan lain suara
aku tersadar,
suara hati tak mau bicara
aku merasa,
hampa

Hening sepi menghampiri
hanya dentangan detik yang berbunyi
gemercik air berisik
tak sedikitpun aku ingin berbalik

aku menatap langit-langit
dan lantai yang kupijak
tengok ke kiri dan ke kanan
sunyi

Tak ada satu pun yang dapat aku raih
hanya waktu dan air yang aku punya
waktu tak dapat aku hentikan
terbalik dia malah mengejar
air tak dapat aku genggam
terbalik dia mengguyur seperti hujan

dan aku hanya merasa,
kosong


Monday, January 18, 2016

Setengah Dekade

"Kalau ditanya kamu punya atau engga, kamu jawab apa?" Tiba-tiba Aga bertanya sedikit serius.

"Ada.." jawabku singkat. "Kamu?"

"Engga ada. Tapi aku pintar." Atas jawabannya aku terdiam, angin kencang terasa semakin dingin dan awan mendung semakin menyelimuti.

"Kamu pernah bosan?" Aku melontar. "Pernah niat untuk mencari lagi?"

Aga senyum terkekeh sebelum dia menjawab, aku tidak mengerti apa maksudnya itu. "Lea, namanya juga laki-laki. Bohong jika tidak punya pemikiran seperti itu. Jangankan yang sudah lama, yang baru saja pasti berniatan seperti itu. Sudah aku bilang tadi, aku pintar.  Aku dididik untuk menjadi orang yang setia karena papa adalah orang yang sangat setia. Kamu tahu sendiri, kan?" Jelasnya sambil memainkan sisa-sisa es dengan sedotan di gelas minumannya. "Lagipula kita sudah mau jalan enam tahun..." dia menambahkan.

Salah bertanya, pikirku. Jawaban-jawaban tersebut akan mengurung otak dan akan bertahan entah sampai kapan. Aku tidak akan nyenyak tidur. Paras ini bisa saja memasang senyum manis yang berbahasa 'aku baik-baik saja' atau 'tidak apa-apa', namun hati dan pikiran saling beradu. Jarang aku dan Aga bisa santai seperti ini, membahas hal-hal serius yang sangat kami anti. Karena biasanya setelah membahas hal serius, mood akan berubah.

"Kamu tahu? Kita engga pernah menemukan suatu hal kesamaan. Kita benar-benar berbeda. Engga nyambung." Katanya sambil tertawa, terpaksa aku ikut tertawa.

"Ya, aku tahu. Aku engga bisa bernyanyi, aku bodoh, engga seperti kamu.." aku berargumen sesuai fakta  dan dia malah terus tertawa. Hal ini adalah topik yang sangat membosankan. Selalu muncul pembahasan seperti ini di setiap tahun meskipun pernyataan Aga benar adanya. Aku senang membaca, dia tidak. Aku senang outdoor, dia senang di dalam rumah saja. Aku senang yang esktrem, dia senangnya malas-malasan. "Aku takut karena ketidaksamaan ini akan berdampak jika nanti benar-benar bersama dan tidak ada hal yang bisa dibicarakan nanti.." aku meneruskan.

"Aku yakin pasti ada."

Tidak tahu apa yang membuat kami seperti ini. Bertemu dengan ketidaksengajaan, berawal dari saling bercanda, berlanjut sering tukar cerita, lalu menjadi sekarang ini. Banyak yang memisahkan namun selalu menemukan beribu alasan untuk bersatu kembali. Tak jarang orang menyebut kami pasangan yang lucu, cocok katanya, bahkan ada yang mengira kakak-beradik. Entah basa-basi atau memang pandangan mereka. Mereka tidak pernah tahu apa yang kami rasakan atau hubungan yang kami jalin, tapi kami berdua merasakan hal yang sama dan tidak pernah mengerti apa hubungan yang sedang kami jalin.