Sekian lama jeda, ponsel usang ini menerima notifikasi dari seorang yang kini hampir tidak pernah muncul. Sekalinya muncul, diabaikan. Kini dia datang dengan lelucon khasnya. Ingin mencairkan suasana, pikirku. Sedikit timbulkan lengkungan di bibir, candaan dia tidak pernah luntur. Aga memang begitu. Dibalik candaan, ternyata dia bermaksud untuk meminta maaf lalu mengucapkan terima kasih. Karena semua sudah jelas, aku terima dengan baik dan membalas segala ucapannya.
Lalu dia bercerita..
"Kemarin aku cerita banyak dengan teman-temanku. Lucu, banyak yang berubah. Ternyata aku memang engga bisa dewasa karena memang watak dan aku engga akan jadi dewasa ketika bersama mereka. Aku pikir dulu yang akan selalu disisiku itu kamu, ternyata masih ada mereka."
Matanya terbuka, benakku berkata. "Laki-laki memang engga pernah lebih dewasa dari perempuan."
"Aku kira kehilangan kamu berarti kehilangan segalanya. Aku berlebihan. Sakit sebenarnya dan aku mati rasa akan apapun. But, I'm fine.", lanjutnya. "Tapi aku pikir memang kita ga cocok."
Dengan pernyataan yang terakhir Aga lontar, aku merasa dia benar-benar baru membuka matanya. Kemana saja selama ini? Kenapa baru sadar? Aku merasakan hal itu sejak pertama kali bersama. Selama lima tahun, tidak ada satu pun yang serupa.
"We are never ever getting back together, right?"
"Who knows." aku singkat.
"Aku tau karena aku sudah menyerah."
"And I'm enjoying my life."
"Aku rasa sudah cukup, aku bakal lanjutkan hidup. Terima kasih untuk tahun-tahun yang menakjubkan."
Dan percakapan berakhir.
Senang, tidak ada perselisihan dalam komunikasi kali ini. Mungkin dia mendapat beberapa wejangan dari temannya yang membuat pola pikirnya berubah dan dapat menerima semua kenyataan.
Dan aku memang menikmati hidup seperti ini. Bebas, tak terikat, tak ada beban, dan tak perlu lagi sulit menghitung berapa tahun lagi menuju satu dekade.