Friday, May 24, 2019

Banyak Hal Yang (Seharusnya Gak Perlu) Dicemaskan

Apabila sebagian orang mengeluhkan tentang quarter life crisis, aku pun gak mau ketinggalan untuk ikut bersuara. Mungkin sedikit basi untuk dibahas tapi ini realitanya. Masih ada yang terjebak dan hilang arah di masa peralihan, dari remaja labil bau matahari menuju dewasa awal yang belum dewasa-dewasa amat.

Here I am, baru mau menginjak angka dua puluh tiga di tahun ini. Aku pikir masih cukup belia untuk haha hihi sana sini, ternyata belia-belia-engga bahkan gak belia sama sekali! Tapi aku masih bisa haha hihi kok, menertawakan hidup multigenre. Banyak drama, minim laga, tapi alhamdulilah ada sedikit bubuk-bubuk romansa yang menghibur. Tuhan memang Maha Membolak balikan keadaan umatNya, makanya hidup itu sebenarnya penuh komedi, bercanda aja terus. Maafin aku Ya Tuhan, aku bercanda. Berkepala dua itu pusing bukan main, dikira bisa hidup bebas berekspresi, melakukan segala sesuka hati, menjalani hari-hari produktif bagai muda berbahaya. Tidak semudah itu, kadang aku merasa sedang dalam bahaya. Seketika mengencangkan sabuk pengaman dan menggenggam erat, takut terpelanting karena roller coaster akan bersiap memutari relnya.

Hidup itu nano-nano, rame banget rasanya, apalagi setelah menjejaki kehidupan setelah kuliah. Saking ramenya jadi pusing, bingung, ini rasanya gimana, sih? Katakanlah senang, bisa bekerja, meniti karir sesuai cita-cita dan mencari penghasilan sendiri supaya tidak merasa bersalah ketika dihabiskan untuk foya-foya. Tapi sebenarnya adalah beban dipundak bertambah massa dengan mengekornya gelar sarjana, berusaha untuk mengamalkan ilmu selama empat tahun supaya gak jadi percuma. Karir pun jauh sekali dari apa yang diinginkan, sulit sekali untuk digapai. Semuanya bertolak belakang dengan harapan.

Apa kata orang nanti? Apa aku bisa sehebat orang lain? Apa yang aku cari selama ini? Kok rasanya gak sesuai? Perasaan cemas ini selalu melekat layaknya bayangan karena rencana gak selamanya mulus dan glowing, terutama di jam-jam kritis menjelang malam. Tiba-tiba merenung dan diserang pikiran-pikiran gak penting yang seharusnya gak ada di otak tapi malah terlintas, menetap, dan mengacak-acak. Rasanya semakin berat karena jauh dari orang tua, satu persatu teman mulai berpencar untuk mengawali hidup baru, dan orang-orang yang tampak bahagia di media sosial. AKU HARUS BAGAIMANAAA?

Ketika amarahku sedang bergejolak, hati yang kian hari kian kotor akibat iri dan dengki melihat orang masih bisa dengan mudahnya cerah sumringah, sedangkan aku terpuruk. Jadinya suka agak malas bermain media sosial, banyak orang sombong, padahal aku tahu mereka gak sebahagia seperti terlihatnya, sama saja. Aku agaknya terlihat menyedihkan tapi lebih condong menjijikan. Aku yang memilih jalanku untuk terlihat bagai terpuruk, padahal bisa saja aku masa bodoh dengan semua ini. Bukan masa bodoh dengan kehidupanku tapi masa bodoh dengan kehidupan orang lain. Sudah mencoba berkali-kali tapi tetap saja cemas, cemas, dan cemas.

Gak tahu bagaimana cara untuk menghilangkan cemas ini. Bisa sih, menyibukkan diri, mencari kegiatan seru, terutama yang menghasilkan cuan. Itu seru banget. Cemas bisa ditinggalkan, walau dia terkadang datang lagi, menepak pundak. Cemas ini ada karena kita belum terbiasa dan belum bisa beradaptasi dengan kondisi serta masalah baru yang menetapkan kita berada di ambang jurang. Sebenarnya ini pun gak perlu terlalu dicemaskan karena semua akan berlalu dengan sendirinya, meskipun penuh dengan tumpah keringat dan air mata deras. Yakin semua pasti berlalu, quarter life crisis akan berakhir dan digantikan dengan midlife crisis. HAHA. Bercanda. Tapi iya, kan? Duh, aku cemas lagi. Cemas ini wajar ketika peralihan, bahkan kalau gak cemas malah berbahaya bukan? Jadi, gak perlu lagi cemas ketika sedang cemas, tapi jangan berlebihan. Semua itu normal di masa peralihan.