"Kalau ditanya kamu punya
atau engga, kamu jawab apa?" Tiba-tiba Aga bertanya sedikit serius.
"Ada.." jawabku
singkat. "Kamu?"
"Engga ada. Tapi aku
pintar." Atas jawabannya aku terdiam, angin kencang terasa semakin dingin
dan awan mendung semakin menyelimuti.
"Kamu pernah bosan?"
Aku melontar. "Pernah niat untuk mencari lagi?"
Aga senyum terkekeh sebelum dia
menjawab, aku tidak mengerti apa maksudnya itu. "Lea, namanya juga
laki-laki. Bohong jika tidak punya pemikiran seperti itu. Jangankan yang sudah
lama, yang baru saja pasti berniatan seperti itu. Sudah aku bilang tadi, aku
pintar. Aku dididik untuk menjadi orang
yang setia karena papa adalah orang yang sangat setia. Kamu tahu sendiri,
kan?" Jelasnya sambil memainkan sisa-sisa es dengan sedotan di gelas minumannya.
"Lagipula kita sudah mau jalan enam tahun..." dia menambahkan.
Salah bertanya, pikirku.
Jawaban-jawaban tersebut akan mengurung otak dan akan bertahan entah sampai
kapan. Aku tidak akan nyenyak tidur. Paras ini bisa saja memasang senyum manis
yang berbahasa 'aku baik-baik saja' atau 'tidak apa-apa', namun hati dan
pikiran saling beradu. Jarang aku dan Aga bisa santai seperti ini, membahas
hal-hal serius yang sangat kami anti. Karena biasanya setelah membahas hal
serius, mood akan berubah.
"Kamu tahu? Kita engga
pernah menemukan suatu hal kesamaan. Kita benar-benar berbeda. Engga nyambung." Katanya sambil
tertawa, terpaksa aku ikut tertawa.
"Ya, aku tahu. Aku engga
bisa bernyanyi, aku bodoh, engga seperti kamu.." aku berargumen sesuai
fakta dan dia malah terus tertawa. Hal
ini adalah topik yang sangat membosankan. Selalu muncul pembahasan seperti ini
di setiap tahun meskipun pernyataan Aga benar adanya. Aku senang membaca, dia
tidak. Aku senang outdoor, dia senang
di dalam rumah saja. Aku senang yang esktrem, dia senangnya malas-malasan. "Aku
takut karena ketidaksamaan ini akan berdampak jika nanti benar-benar bersama
dan tidak ada hal yang bisa dibicarakan nanti.." aku meneruskan.
"Aku yakin pasti ada."
Tidak tahu apa yang membuat kami
seperti ini. Bertemu dengan ketidaksengajaan, berawal dari saling bercanda,
berlanjut sering tukar cerita, lalu menjadi sekarang ini. Banyak yang
memisahkan namun selalu menemukan beribu alasan untuk bersatu kembali. Tak
jarang orang menyebut kami pasangan yang lucu, cocok katanya, bahkan ada yang
mengira kakak-beradik. Entah basa-basi atau memang pandangan mereka. Mereka
tidak pernah tahu apa yang kami rasakan atau hubungan yang kami jalin, tapi
kami berdua merasakan hal yang sama dan tidak pernah mengerti apa hubungan yang
sedang kami jalin.