Sunday, April 30, 2017

Dongeng Sebelum Tidur

Bersemayam dalam gelap, saling bergulat dan bertumpuk dengan buntalan kapuk. Menatap langit-langit dan jemari yang wajib bersentuhan. Bunyi detik menjadi wasit, menghitung berapa lama kami bertukar kisah. Momen terfavorit selama hidup, kecewa jika tak terlaksana. Usia sudah kepala dua tapi rasa tak bisa dusta, kembali seperti bocah saat jumpa ibunda. Beliau masih saja cerewet, menasehati berjuta kali dan memaparkan sifat baik dan burukku. Aku masih saja mengelak tapi kini mau mengaku salah.

"Dari kecil, kamu sudah terbiasa jarang dibantu..", aku mendengarkan. "...mulai dari ngerjain tugas, masuk sekolah, atau apa pun yang kamu kerjakan. Terbawa sampai sekarang, kamu jadi percaya diri."

Baru sadar akan pernyataan yang dituturnya adalah benar, aku ternyata seperti itu sedari dulu. Namun terkadang, terlalu percaya diri. Tidak mau dengar kalau ibu bilang tidak, malah berbuat sebaliknya. Memang begitu, aku harus terjun terlebih dulu ke lautan untuk merasakan dalamnya samudera. Sesekali harus lebih mendengar, katanya. Orang tua sudah berlayar lebih lama, daripada aku yang masih belia.

Tiada orang tua menginginkan hal buruk menghampiri buah hatinya. Sebagai harapan masa depan, aku harus menghargai setiap ucapannya. Karena hidup bukan hanya persoalan baik dan buruk tapi juga didengar dan mendengar.
Kemudian hening, hanya jarum jam yang berbicara. Ibu sudah terbenam dalam lelap dan aku hangat dalam dekap.

Selamat malam.